Pria Pemburu

Cerita punya cerita, dahulu ada sebuah cerita mengerikan yang tersebar di wilayahku. Pria pemburu, Itulah sebutannya. Pria itu memakai topi koboy dengan jacket levis ditubuhnya, dia juga membawa seekor anjing herder berbulu coklat muda. Sekilas pria itu tampak seperti orang dewasa lainnya. Akan tetapi saat pria itu berjalan memasuki hutan, tubuhnya berubah menjadi sosok yang menakutkan.

Tubuh pria itu membesar dua kali lipat, tangannya memanjang, darah keluar dari mulutnya. Serta kuku-kuku runcing yang memanjang ditangan dan kakinya. Bagi saksi mata yang melihatnya dan selamat, mereka mengatakan bahwa kuku-kuku itu lebih tajam daripada silet. Bahkan anjing herder miliknya pun ikut berubah menjadi sosok mengerikan juga.

Tubuh binatang kaki empat itu membesar, sekujur tubuhnya dipenuhi oleh ribuan mata merah menyala. Warna tubuhnya yang cokelat itu berubah menjadi hitam pekat, bahkan lebih pekat dari kegelapan malam yang mencekam.Taringnya memanjang, bahkan panjangnya sampai ke tanah.

Biasanya dia akan membunuh siapa saja yang memasuki hutan terlarang di wilayah kami, namun akhir-akhir ini pria pemburu itu memasuki desa dan membunuh para penduduk satu persatu.

Semalam, beberapa keluarga tewas dan mati dengan cara yang menggenaskan. Tubuh mereka terpisah dan organnya berceceran dimana-mana. Desa kami mengalami teror yang mengerikan dari pria menyeramkan itu.

Jadi malam ini aku, Tresno, Eka dan Dio berencana untuk mencari tahu kenapa pria itu datang dan menyerang desa kami. Dengan sedikit gemetaran kami menapaki jalan yang di penuhi kegelapan di dalam hutan.

Jantungku kali ini berdebar dengan sangat kencang, aku benar-benar takut bertemu dengan sosok mengerikan itu. Bagaimana jika dia muncul dari dalam kegelapan dan mencekikku? lalu dengan sebuah senyuman mengerikan itu, dia mulai menancapkan kuku-kuku tajamnya pada tubuh ini. Tak ada yang mengerti rasa takutku akan hal buruk yang akan kami hadapi nanti.

"Gung teruslah berjalan, jika tidak kau akan kami tinggalkan disini." Dio mengarahkan senternya padaku yang tertinggal jauh dibelakang.

"Tu-Tunggu aku." Segera saja aku langkahkan kaki yang gemetaran ini kearah mereka bertiga yang menunggu di depan.

"Sepertinya dia tidak ada disini, kita harus mencari pria brengsek itu ditempat lain." Tresno yang kehilangan keluarganya semalam terlihat sangat kesal karena tak bisa menemukan pria itu.

Kami kembali mulai melangkah melewati kabut malam yang dingin sekali. Bahkan beberapa kali bulu kudukku berdiri merasakan hawa kematian yang bercampur dengan kabut ini. Aroma busuk tercium dari depan kami saat ini, bau itu sungguh menyengat hidung dan membuatku kesulitan untuk bernafas.

Rasa mual mulai menghantuiku, aku merasakan semua isi perutku naik dan siap keluar dari mulut ini. Apa lagi saat kami berempat menyadari bahwa terdapat tumpukan mayat yang berserakan didepan mata kami semua.

Mayat-mayat yang tak sempurna itu berceceran dimana-mana. Dari ribuan mayat itu, Eka menemukan seseorang yang dia cintai tergeletak bergelimangan darah. Nela terbujur dengan darah yang sudah mengering dibadannya.

Eka segera berlari kesana dan memeluk tubuh busuk tak bernyawa itu.

"Ne-Nela sayangku, Nela" Tangis Eka pecah.

Airmatanya menetes dan membasahi pipi Nela yang membiru. Namun tiba-tiba saja mata yang tertutup rapat itu kembali terbuka, Nela bangkit dan menggigit leher Eka. Kami berteriak menyaksikan kejadian mengerikan itu, Darah segar mulai keluar dari leher Eka yang merintih kesakitan.

Ini mengerikan sekali, apa lagi saat seluruh mayat yang cacat itu berdiri dan berteriak pada kami bertiga.

"Cepat, ayo pergi dari sini." Dio menyeretku yang terpaku ditanah.

Kami semua mulai berlari kearah berlawanan untuk menyelamatkan diri masing-masing. Tapi dari arah depan terdengar bunyi geraman keras dari seekor anjing hitam yang menjijikan. Air liurnya menetes kemana-mana. Dengan sangat cepat binatang besar itu melompat dan menerkam Dio yang tak sempat menghindar.

Taring panjang itu mencabik-cabik tubuh Dio, teriakan memilukan itu membuatku ketakutan setengah mati. Ku katupkan kedua telinga dengan tangan ini, tapi teriakan sahabatku itu masih terdengar dengan sangat keras.

Sedangkan Tresno terus memukuli anjing hitam itu dengan sekuat tenaga, sebuah bayangan hitam melintas, tangan panjang yang lunglai itu mementalkannya kesebuah pohon. Darah mengalir dari kening Tresno yang tengah menahan rasa sakit pada tubuhnya. Si pria pemburu itu mendekati kami berdua, langkah demi langkahnya memberikan teror kepadaku yang masih meringkuk ketakutan.

Aku benar-benar tidak berani menatap pria itu, tapi Tresno tanpa rasa takut kembali berdiri dan berlari kearahnya. Kuku-kuku panjang miliknya mulai menembus perut Tresno dan berhasil membunuhnya. Kali ini aku juga pasti akan mati. Sebuah senyuman lebar tampak jelas terlihat dari wajah pria itu. Dia mendekatiku. Semakin dekat, semakin dekat, dan semakin dekat ....

Komentar

Postingan populer dari blog ini

After The Show

Just For My Mom